Baby Assassins 2024 kombinasi antara kekerasan penuh gaya dan nuansa slice-of-life tetap menjadi kekuatan utama dalam sekuel ini, namun kali ini disajikan dengan kedewasaan dan dinamika karakter yang lebih dalam.
Dua tokoh utama, Baby Assassins 2024 chisato dan Mahiro, masih menjadi pusat cerita. Mereka kembali diperankan oleh aktris yang sama dari film pertama, membawa kembali chemistry kuat dan energi khas yang membuat karakter mereka begitu menonjol. Dalam Nice Days, keduanya mulai menghadapi realita kehidupan dewasa muda yang lebih kompleks. Tidak hanya soal menjalankan misi pembunuhan, tetapi juga harus berurusan dengan hal-hal sepele seperti bayar sewa, pekerjaan paruh waktu, dan konflik emosional. Justru karena keduanya hidup dalam dunia yang penuh kontradiksi antara kekerasan dan rutinitas harian itulah, film ini terasa sangat menarik. Penonton diajak menyaksikan bagaimana seseorang bisa menyusun jadwal antara membunuh target dan shift kerja di kafe. Jadi nonton film horor indonesia.
Dari sisi cerita, Baby Assassins 2024 memberikan porsi yang lebih dalam untuk eksplorasi karakter. Tidak seperti film pertama yang lebih menonjolkan aksi dan komedi absurd, sekuel ini memperlihatkan ketegangan internal yang lebih serius. Mahiro, misalnya, mulai mempertanyakan makna hidupnya sebagai pembunuh bayaran. Ia merasa jenuh dengan kehidupannya yang terus-menerus dikejar target dan tidak pernah bisa benar-benar tenang. Sementara itu, Chisato mencoba untuk bersikap santai, namun tekanan ekonomi dan rasa bersalah mulai menyusup ke pikirannya. Hubungan mereka pun diuji bukan karena musuh atau organisasi, melainkan oleh ketegangan pribadi dan perbedaan prinsip. Salah satu kekuatan utama film ini adalah penyutradaraan dari Yugo Sakamoto, yang kembali menunjukkan kemampuannya memadukan koreografi aksi yang cepat dan intens dengan gaya pengambilan gambar yang minimalis dan efektif. Gaya bertarung yang ditampilkan terasa sangat grounded dan tidak dibuat-buat, menggunakan lingkungan sekitar sebagai alat bantu yang kreatif. Adegan perkelahian di lorong apartemen, di dalam toko serba ada, atau bahkan di ruang ganti menjadi bukti betapa cermatnya koreografi dibuat untuk menyatu dengan ruang sempit dan realistis. Kamera tidak terlalu banyak bergerak, namun penempatan angle yang cerdas membuat setiap pukulan dan tembakan terasa mengena.
Hal yang juga patut dipuji dari film ini adalah penggunaan humor yang tidak pernah terasa dipaksakan. Dialog antara Chisato dan Mahiro tetap jenaka dan penuh sindiran, mencerminkan kepribadian mereka yang sudah matang namun tetap canggung. Momen-momen seperti ketika mereka berdiskusi tentang cara membagi uang dari misi, atau saling menyalahkan karena terlalu boros belanja, membuat penonton tertawa sekaligus merasa dekat dengan mereka. Humor ini menjadi jembatan yang menghubungkan elemen slice-of-life dengan dunia gelap pembunuh bayaran, menciptakan dinamika yang tidak biasa dalam film aksi. Dari sisi visual, Baby Assassins 2024 tetap mempertahankan palet warna yang cenderung netral dan datar, menciptakan suasana yang kontras dengan adegan kekerasan yang brutal. Teknik sinematografi ini membuat film terasa lebih nyata dan dekat, tidak seperti film aksi Hollywood yang gemerlap. Bahkan ketika ada adegan tembak-menembak atau ledakan, semuanya disajikan dalam skala yang wajar, seolah hal itu memang bisa terjadi di apartemen sebelah. Pendekatan ini memperkuat ilusi bahwa para pembunuh ini benar-benar hidup berdampingan dengan masyarakat biasa tanpa diketahui siapa pun.
Musik dalam film ini juga patut mendapatkan perhatian. Soundtrack-nya tidak terlalu dominan, namun mampu mengiringi adegan dengan nuansa yang tepat. Ketika terjadi adegan aksi, musik menjadi lebih intens namun tidak mendominasi. Sebaliknya, dalam adegan sehari-hari seperti makan ramen di warung pinggir jalan atau saat mereka merenung di balkon apartemen, musik menjadi lebih lembut dan memberikan ruang untuk emosi penonton berkembang. Kombinasi ini membuat transisi antaradegan terasa mulus dan alami. Selain dua pemeran utama, film ini juga memperkenalkan beberapa karakter baru yang memberi warna tambahan. Ada sesama pembunuh dari organisasi lain, ada juga karakter pekerja kantoran yang secara tidak sengaja terlibat dalam kekacauan yang mereka buat. Setiap karakter pendukung diberi cukup ruang untuk berkembang, dan tidak hanya menjadi tempelan dalam cerita. Bahkan antagonis dalam film ini terasa lebih manusiawi dibanding film pertama, dengan motif yang bisa dimengerti meskipun tetap kejam. Ini menunjukkan bahwa penulis naskah berusaha memperluas dunia Baby Assassins, tanpa kehilangan fokus pada inti cerita.
Penonton yang sudah menyukai film pertama kemungkinan besar akan menyukai sekuel ini, meskipun gaya penceritaannya sedikit lebih lambat dan lebih reflektif. Namun justru karena adanya kedalaman emosional ini, Baby Assassins: Nice Days terasa seperti langkah maju yang signifikan. Film ini bukan hanya menghibur, tetapi juga mencoba untuk menggali pertanyaan moral dan psikologis: apakah seseorang bisa tetap manusiawi jika hidupnya didefinisikan oleh kekerasan? Apakah mereka punya pilihan untuk hidup normal? Secara keseluruhan, Baby Assassins 2024 adalah sekuel yang cerdas, menyenangkan, dan secara teknis sangat solid. Ia mengembangkan dunia yang sudah dibangun di film pertama dengan cara yang segar namun tetap setia pada akar aslinya. Aksi tetap jadi daya tarik utama, namun kini dibalut dengan kedalaman cerita dan karakter yang lebih menyentuh. Film ini berhasil menunjukkan bahwa bahkan di dunia pembunuh bayaran, ada ruang untuk tawa, kesepian, dan pencarian jati diri.