825 Forest Road 2025 adalah film thriller psikologis yang menyuguhkan misteri mendalam tentang identitas, kesepian, dan trauma yang membekas dalam sebuah rumah tua di pinggiran kota. Dengan atmosfer yang sunyi dan narasi yang lambat namun menggigit, film ini membawa penonton menelusuri lapisan-lapisan kenyataan yang kabur di antara yang nyata dan yang halusinatif. Disutradarai oleh Michael Trenner, film ini menempatkan satu lokasi utama, sebuah rumah di alamat 825 Forest Road, sebagai pusat dari semua kejadian yang menegangkan dan emosional.
Cerita 825 Forest Road 2025 dimulai dengan kedatangan seorang wanita muda bernama Eliza Merrow ke sebuah rumah tua di pinggir kota. Ia mewarisi rumah itu dari seorang bibi yang tidak pernah ia kenal dan kini sudah meninggal. Eliza, yang baru saja pulih dari kejadian traumatis setelah kehilangan suami dan anaknya dalam kecelakaan, memutuskan pindah ke rumah itu untuk mencari ketenangan dan awal baru. Namun, sejak ia tiba, rumah tersebut menunjukkan tanda-tanda tidak biasa. Ada suara langkah di malam hari, bayangan di cermin yang tidak memantulkan gerakannya, dan bisikan yang hanya ia dengar ketika sendirian.
Eliza mencoba menepis semuanya sebagai efek dari trauma dan kesepiannya. Ia mulai menata rumah, membuka kamar-kamar yang lama terkunci, dan membersihkan loteng yang dipenuhi barang-barang usang milik sang bibi. Di sana, ia menemukan buku harian tua yang mencatat kehidupan seorang wanita bernama Marianne yang kemudian ia sadari adalah nama asli bibinya. Dalam catatan harian itu, Marianne mengungkapkan rasa takut terhadap sesuatu yang berada di dalam dinding, dan berulang kali menulis bahwa rumah itu hidup dan memerhatikannya.
Seiring berjalannya waktu, kejadian-kejadian aneh semakin intens. Cermin di kamar mandi mulai menampilkan bayangan seorang anak kecil, dan pintu kamar tertentu terkunci dengan sendirinya. Dalam salah satu adegan paling menegangkan, Eliza terjebak di kamar loteng saat malam hari dan mendengar suara-suara dari bawah lantai memanggil namanya. Film tidak menyajikan jumpscare secara berlebihan, namun membangun atmosfer yang dingin dan penuh tekanan, menciptakan rasa ketidakpastian yang konstan.
Eliza kemudian mulai menggali lebih dalam sejarah rumah itu. Ia pergi ke perpustakaan kota dan berbicara dengan seorang penjaga arsip lokal yang mengatakan bahwa rumah itu pernah menjadi tempat perawatan mental informal pada tahun 1950-an. Pasien-pasiennya tidak pernah tercatat resmi dan dipelihara oleh seorang wanita yang percaya bahwa tempat itu bisa menyembuhkan trauma hanya dengan mendengarkan dinding. Eliza semakin curiga bahwa suara-suara yang ia dengar berasal dari masa lalu yang terperangkap di dalam rumah itu.
825 Forest Road 2025 dengan adanya salah satu titik balik penting terjadi ketika Eliza bermimpi tentang dirinya sendiri, tapi dalam versi lain: seorang wanita berpakaian gaya tahun 60-an yang menggendong bayi dan terus mengulangi kata-kata jangan biarkan dia keluar. Ketika ia terbangun, ia menemukan simbol aneh tergurat di dinding kamarnya simbol yang ternyata identik dengan simbol dalam catatan harian Marianne. Eliza mulai mempertanyakan realitas dirinya sendiri. Ia melihat bayangan di jendela yang menyerupai dirinya, tapi lebih tua, dan mulai mengalami disosiasi waktu, di mana ia merasa pernah berada di rumah itu jauh sebelum warisan itu datang padanya.
Film 825 Forest Road 2025 mempermainkan persepsi penonton tentang waktu dan identitas. Eliza tidak hanya berurusan dengan hantu dalam pengertian supranatural, tetapi juga dengan bayangannya sendiri. Ia mulai mempertanyakan apakah ia benar-benar Eliza atau bagian dari siklus yang berulang dalam rumah tersebut. Sutradara Michael Trenner tidak memberikan jawaban pasti, membiarkan penonton menyusun sendiri kepingan teka-teki yang disajikan dalam bentuk simbol, kenangan samar, dan ilusi optik.
Saat ketegangan mencapai puncaknya, Eliza menemukan sebuah ruang rahasia di balik lemari. Di dalamnya terdapat kamar anak-anak kecil yang penuh coretan di dinding, boneka tua, dan sebuah kamera video. Ia memutar rekaman lama dari kamera tersebut, dan yang ia lihat adalah dirinya sendiri sedang berbicara kepada kamera dengan nada tenang, berkata bahwa semuanya baik-baik saja dan ia akan segera pergi. Namun, rekaman itu jelas sudah berusia puluhan tahun. Eliza jatuh dalam kondisi mental yang memburuk, tidak lagi yakin apakah ia masih berada di masa kini atau terperangkap dalam siklus trauma yang menular dari generasi ke generasi.
Dalam klimaks film, Eliza menghadapi manifestasi dari semua ketakutannya: suara anak-anak yang memanggil, bayangan dirinya yang duduk di sofa, dan Marianne yang muncul dari kegelapan dengan wajah hancur oleh luka bakar. Namun dalam adegan tersebut, Eliza tidak melawan, tidak melarikan diri. Ia duduk, berbicara kepada bayangan-bayangan itu, dan mengakui rasa bersalahnya karena kehilangan keluarganya. Dengan cara yang tidak biasa, rumah merespons bukan dengan kekerasan, tetapi dengan keheningan. Suara-suara berhenti. Dinding tidak lagi bergetar. Cermin kembali memantulkan dirinya secara normal.
Film berakhir dengan Eliza duduk di beranda rumah, memandang hutan di seberang jalan, sambil menulis di buku harian yang dulu milik Marianne. Ia tidak pergi, tapi tidak juga terjebak. Ia memilih untuk tinggal, menyadari bahwa rumah itu bukan tempat kutukan, tetapi ruang penyembuhan yang memaksa penghuninya untuk menghadapi masa lalu mereka yang paling gelap. Dengan menulis ulang kisah rumah itu melalui pengalamannya sendiri, Eliza menjadi bagian dari siklus baru bukan sebagai korban, tetapi sebagai seseorang yang memilih untuk berdamai. Jika nonton film horor.
825 Forest Road 2025 adalah film yang tidak mengandalkan efek horor klasik, tapi lebih kepada tekanan psikologis dan misteri eksistensial. Cerita yang berlapis-lapis, karakter utama yang penuh konflik internal, dan suasana rumah tua yang mencekam membuat film ini terasa sangat hidup meskipun lambat dalam tempo. Ini adalah horor tentang pikiran, tentang rumah sebagai tempat yang menyimpan ingatan, baik yang indah maupun yang ingin dilupakan. Dengan pengambilan gambar yang tenang namun kuat, skor musik yang minimalis dan tajam, serta naskah yang penuh metafora, film ini menjadi pengalaman sinematik yang menyentuh sekaligus mengganggu, dan akan tinggal lama di pikiran penontonnya.