Cerita Alien: Romulus (2024) kisahnya mengikuti sekelompok pemuda yang tinggal di koloni luar angkasa yang terpencil, dan tanpa sengaja menemukan sesuatu yang seharusnya tidak mereka ganggu sebuah bentuk kehidupan yang mematikan, yang tak lain adalah Xenomorph. Ketika satu per satu dari mereka mulai menjadi korban, mereka harus bertahan hidup dalam situasi yang benar-benar terisolasi dan penuh ketakutan.
Yang membuat Alien: Romulus (2024) terasa segar adalah cara penyampaian cerita yang lebih fokus pada rasa ketegangan pribadi daripada skala epik. Kita kembali melihat ruang-ruang sempit, pencahayaan gelap, dan teror yang datang perlahan-lahan bukan dari jump scare berlebihan, melainkan dari ketakutan akan hal yang tidak terlihat. Fede Álvarez berhasil menangkap kembali suasana tersebut, membuktikan bahwa pendekatan minimalis bisa lebih efektif dalam membangun rasa takut yang mendalam. Pemeran film ini sebagian besar diisi oleh wajah-wajah baru, yang justru menjadi keuntungan karena memberikan kesan bahwa karakter-karakter ini benar-benar bisa mati kapan saja, tanpa jaminan akan bertahan hidup karena nama besar mereka. Para aktor muda ini membawakan karakter mereka dengan baik, memperlihatkan kepanikan, rasa ingin tahu, dan juga konflik internal yang semakin memperumit situasi. Mereka bukan pahlawan super atau tentara berpengalaman, melainkan manusia biasa yang dipaksa untuk menghadapi mimpi buruk yang nyata di ruang angkasa.
Penonton tidak disuguhi monster yang selalu tampak jelas, melainkan seringkali hanya melihat sekilas, mendengar suara langkahnya, atau merasakan keberadaannya dari bayangan dan suasana sekitar. Teknik ini jauh lebih menegangkan dan sesuai dengan semangat asli film Alien, di mana ketakutan datang dari yang tidak terlihat. Secara teknis, pencahayaan dan tata suara film ini sangat mendukung atmosfer horor. Sound design-nya membuat setiap bunyi kecil terasa mencekam, dan pencahayaan redup di dalam stasiun luar angkasa membuat penonton selalu dalam keadaan waspada. Ia tahu bahwa kekuatan film ini ada pada rasa claustrophobia, kesendirian, dan ketakutan akan sesuatu yang mengintai dalam gelap. Satu aspek menarik dalam Alien: Romulus (2024) adalah bagaimana film ini mengeksplorasi tema usia muda dan ketidaksiapan menghadapi bahaya yang begitu besar. Tidak seperti karakter-karakter sebelumnya yang sudah dewasa dan berpengalaman, para tokoh di film ini mewakili generasi yang penuh rasa ingin tahu namun kurang persiapan. Ini menciptakan konflik moral tersendiri, ketika rasa penasaran bertabrakan dengan kenyataan brutal dari apa yang mereka temukan. Ini juga membuat penonton bisa lebih mudah berempati karena siapa pun bisa membayangkan dirinya di posisi mereka tidak siap, takut, dan harus berjuang untuk hidup.
Sementara dari segi cerita, Alien: Romulus (2024) tidak mencoba membangun mitologi baru yang kompleks. Justru kekuatan film ini ada pada kesederhanaannya. Dan justru karena kesederhanaannya itulah, film ini terasa kuat. Tidak semua film horor atau fiksi ilmiah perlu menjelaskan segalanya secara detail. Ketika sesuatu dibiarkan menjadi misteri, terkadang justru itulah yang membuatnya lebih menakutkan. Secara keseluruhan, Alien: Romulus adalah sebuah karya yang berhasil membawa kembali semangat asli dari franchise Alien, sambil memberikan pendekatan baru yang relevan dengan penonton modern. Ia tidak mencoba menjadi film blockbuster penuh ledakan dan efek digital megah, melainkan memilih untuk membangun ketakutan secara perlahan, memanfaatkan ruang sempit, sunyi, dan ketidakpastian sebagai senjata utama. Ini adalah film yang dibuat dengan rasa hormat terhadap warisan lama, namun tidak takut untuk mencoba sesuatu yang lebih segar.
Dalam dunia perfilman modern yang sering kali terlalu bergantung pada efek visual besar dan cerita yang terlalu rumit, Alien: Romulus menjadi semacam pengingat bahwa rasa takut paling murni bisa datang dari tempat paling sederhana: ruang gelap, suara aneh, dan perasaan bahwa ada sesuatu yang mengawasi kita. Fede Álvarez memahami esensi itu dan menyajikannya dengan penuh penghormatan terhadap waralaba yang ia garap, sekaligus memberi warna baru dengan gaya penyutradaraannya sendiri. Film ini juga berpotensi membuka arah baru untuk kelanjutan waralaba. Dengan fokus pada karakter-karakter baru, pendekatan visual modern, dan penekanan pada ketegangan psikologis, Alien: Romulus bisa menjadi titik tolak lahirnya generasi baru dalam dunia Alien. Ia menunjukkan bahwa cerita horor luar angkasa masih sangat relevan, dan jika dieksekusi dengan niat serta keahlian yang tepat, genre ini tetap bisa memberikan pengalaman menonton yang mencekam dan memuaskan. Bagi para penggemar lama dan penonton baru yang menyukai horor bertempo lambat dan penuh atmosfer, Alien: Romulus adalah pengalaman yang patut dicoba.
Bagi penggemar setia Alien: Romulus (2024), film ini mungkin terasa seperti kembali ke rumah. Ada elemen nostalgia, tetapi tidak terasa murahan. Film ini bukan sekadar fan service, tetapi benar-benar sebuah karya baru yang bisa berdiri sendiri. Bagi penonton baru yang belum pernah menyaksikan film Alien sebelumnya, Romulus tetap dapat dinikmati karena tidak bergantung pada pengetahuan tentang film sebelumnya. Ini adalah film survival horror di ruang angkasa yang bisa dinikmati siapa saja yang suka ketegangan, suasana mencekam, dan cerita yang menghantui. Akhir film ini juga tidak memberikan penutupan yang benar-benar pasti, membiarkan penonton meninggalkan bioskop dengan banyak pertanyaan. Siapa yang bertahan? Apa yang sebenarnya terjadi di luar sana? Ini adalah gaya klasik film horor yang baik tidak perlu menjelaskan semuanya, karena rasa takut kadang justru tumbuh dari apa yang tidak kita ketahui. Soalnya nonton film horor indonesia.
Kesimpulannya: Ia tidak mencoba menjadi terlalu besar atau terlalu canggih. Ia tahu apa yang membuat Alien istimewa: atmosfer, ketegangan, dan rasa takut yang merayap. Dengan pemeran yang kuat, visual yang mendalam, dan cerita yang intens, film ini pantas dianggap sebagai salah satu entri terbaik dalam waralaba ini dalam beberapa dekade terakhir.